KEBEBASAN
DAN TANGGUNG JAWAB MUATAN PESAN
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah : Etika dan Filsafat Komunikasi
Etika
dan Filsafat Komunikasi
Dosen
Pengampu : A. Badru Rifa’I M.Hum
Disusun Oleh:
Ahkamul Hadi 22.02.1641
Alwan Alfaiz 22.02.1644
Fadhli Dzil Ikram 22.02.1614
Rihani Fadilah 22.02.1659
JURUSAN
KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS
DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT
AGAMA ISLAM PERSIS BANDUNG
2023
A. PENDAHULUAN
Dalam
era globalisasi dan kemajuan teknologi informasi, kebebasan dan tanggung jawab
dalam menyampaikan muatan pesan menjadi aspek yang semakin penting dan
kompleks. Kebebasan berbicara dan menyampaikan ide-ide merupakan hak dasar
setiap individu dalam masyarakat yang demokratis. Namun, kebebasan tersebut
tidak dapat berdiri sendiri tanpa diimbangi oleh tanggung jawab yang sesuai.
Kebebasan
berbicara dan mengekspresikan diri memiliki dampak yang signifikan dalam
membentuk pandangan dan persepsi publik terhadap suatu isu atau fenomena.
Sementara itu, muatan pesan yang disampaikan juga dapat memberikan pengaruh
besar terhadap masyarakat, baik dalam konteks sosial, politik, budaya, maupun
ekonomi. Oleh karena itu, penting untuk menjelajahi dinamika antara kebebasan
berbicara dan tanggung jawab yang melekat pada muatan pesan yang disampaikan.
Dalam
konteks ini, perlu dipahami bahwa kebebasan tidak boleh diartikan sebagai izin
untuk merugikan atau merugikan orang lain. Kebebasan bersuara harus diiringi
oleh kesadaran akan tanggung jawab terhadap dampak yang mungkin timbul dari
kata-kata dan muatan pesan yang diungkapkan. Ini menggarisbawahi pentingnya
etika komunikasi dan kebijaksanaan dalam menyampaikan informasi, terutama
ditengah kompleksitas perkembangan media dan informasi.
Dalam
makalah ini, akan diulas lebih lanjut tentang konsep kebebasan berbicara,
batas-batasnya, dan bagaimana tanggung jawab dapat diintegrasikan ke dalam
muatan pesan. Pembahasan ini bertujuan untuk menggali pemahaman lebih mendalam
tentang bagaimana kebebasan dan tanggung jawab dapat saling melengkapi,
menciptakan lingkungan komunikasi yang sehat, konstruktif, dan bermakna.
Melalui pemahaman ini, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan kebebasan
berbicara secara positif dan bertanggung jawab, memberikan kontribusi positif
untuk perkembangan dan harmoni sosial.
B. PEMBAHASAN
1. Kontradiksi Kebebasan Dan Tanggung Jawab Muatan Pesan
Arus reformasi tahun 1998 berimbas pada mudahnya menerbitkan media
massa cetak. Ada beberapa aspek dari media massa
yang membuat dirinya penting sehingga menampilkan karya dan ide melalui media
massa merupakan hal strategis.
a.
Daya
jangkaunya (coverage) yang amat luas dalam menyebarluaskan informasi, yang
mampu melewati batas wilayah (geografis), kelompok umur, jenis kelamin, sta tus
sosial-kebebasan (demografis), dan perbedaan paham dan orientasi (psikografis).
Dengan demikian, ide dan karya kita yang dimediasikan akan menjadi perhatian
bersama di berbagai tempat dan kalangan
b.
Kemampuan
media untuk melipatgandakan pesan (multiplier of message) yang luar biasa. Satu
ide atau karya kita dilipatgandakan pemberitaannya, sesuai jumlah eksemplar
koran, tabloid, dan majalah yang di cetak; serta pengulangan penyiarannya (bila
kemudian di kutip di radio atau televisi) sesuai kebutuhan. Pelipatgandaan ini
menyebabkan dampak yang sangat besar di tengah khalayak.
c.
Setiap
media massa dapat mewacanakan sebuah ide atau karya sesuai pandangannya
masing-masing. Kebijakan redaksional setiap media menentukan ben tuk tampilan
dan isi beritanya. Karena kemampuan ini lah, media banyak diincar oleh
pihak-pihak yang ingin me manfaatkannya. Dalam hal ini seringkali media massa
jus tru menggunakan karya penulis luar untuk mewacanakan pendapat redaksi media
itu sendiri.
d.
Dengan
fungsi penetapan agenda (agenda setting) yang dimilikinya, media massa memiliki
kesempatan yang luas untuk memberitakan ide atau karya kita. Dengan
memanfaatkan agenda setting suatu media, kita justru memiliki pilihan tambahan
untuk menembus media.
Penelitian-penelitian tentang agenda setting mengungkapkan hubungan
antara isu-isu dan hal-hal yang secara sangat mencolok ditayangkan dalam media
massa (agen da media) dengan persoalan-persoalan yang dianggap penting yang ada
dalam pikiran (agenda publik). Kajian tentang agenda setting menunjukkan ada
perbedaan hasil penelitian di antara para peneliti.
1.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara dua
jenis media yang berbeda seperti telivisi dan surat kabar. Studi semacam ini
berasumsi bahwa media massa merupakan suatu entitas yang homogen yang
berpengaruh atas publik.
2.
Sementara
peneliti lain menemukan bahwa fungsi agenda setting surat kabar lebih efektif
daripada televisi. Agenda agenda media cetak sering ditemukan lebih sesuai
dengan agenda publik dibandingkan dengan agen da media siaran (teleivisi atau
radio).
3.
Dukungan
terbatas dari hipotesis bahwa surat kabar menampilkan agenda setting lebih kuat
daripada televisi. Kedua orang ini menemukan bahwa mengenai isu-isu lokal,
surat kabar memiliki pengaruh yang kuat. Se dangkan televisi, sebagaimana
diharapkan secara logis, sama sekali tidak memiliki pengaruh.
Kebebasan dan tanggung jawab muatan pesan sebagai etika komunikasi
kadangkala masih bersifat kontradiktif dalam implementasinya. Padahal kedua
norma tersebut tidaklah bersifat kontradiktif dan karenanya salah satu harus
dipilih untuk kemudian meninggalkan yang lainnya, akan tetapi lebih sebagai
sinkronisasi. Dengan kata lain, kebebasan bukanlah lawan dari tanggung jawab,
begitu sebaliknya. Seseorang tidak akan kehilangan kebebasannya hanya karena ia
menerapkan tanggung jawab.
2. Pengertian Kebebasan
Dalam filsafat, pengertian kebebasan adalah kemampuan manusia untuk
menentukan dirinya sendiri. Kebebasan lebih bermakna positif, dan ia ada
sebagai konsekuensi dari adanya potensi manusia untuk dapat berpikir dan
berkehendak. Sudah menjadi kodrat manusia untuk menjadi makhluk yang memiliki
kebebasan, bebas untuk berpikir, berkehendak, dan berbuat.
Aristoteles sendiri mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang
berakal budi (homo rationale) yang memiliki tiga jiwa (anima), yakni: (1) anima
avegatitiva atau disebut roh vegetatif. Anima ini juga dimiliki
tumbuh-tumbuhan, dengan fungsi untuk makan, tumbuh dan berkembang biak; (2)
anima sensitiva, yakni jiwa untuk merasa, sehingga manusia punya naluri, nafsu,
mampu mengamati, bergerak, dan bertindak; (3) Anima intelektiva, yakni jiwa
intelek. Jiwa ini tidak ada pada binatang dan tumbuh-tumbuhaan. Anima intelektiva
memungkinkan manusia untuk berpikir, berkehendak, dan punya kesadaran.
Kebebasan dan tanggung jawab muatan pesan sebagai etika komunikasi kadangkala
masih bersifat kontradiktif dalam implementasinya. Padahal kedua norma tersebut
tidaklah bersifat kontradiktif dan karenanya salah satu harus dipilih untuk
kemudian meninggalkan yang lainnya, akan tetapi lebih sebagai sinkronisasi.
Dengan kata lain, kebebasan bukanlah lawan dari tanggung jawab, begitu
sebaliknya. Seseorang tidak akan kehilangan kebebasannya hanya karena ia
menerapkan tanggung jawab.
3. Pengertian Tanggung Jawab
Tanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) merupakan keadaan untuk wajib menanggung segala sesuatunya.
Dalam hal ini, jika dijabarkan tanggung jawab adalah kesadaran seseorang akan
kewajiban untuk menanggung segala akibat dari sesuatu yang telah diperbuatnya.
Dalam filsafat, pengertian tanggung
jawab adalah kemampuan manusia yang menyadari bahwa seluruh tindakannya selalu
mempunyai konsekuensi. Perbuatan tidak bertanggung jawab, adalah perbuatan yang
didasarkan pada pengetahuan dan kesadaran yang seharusnya dilakukan tapi tidak
dilakukan juga.
Menurut Prof. Burhan Bungin (2006: 43), tanggung jawab
merupakan restriksi (pembatasan) dari kebebasan yang dimiliki oleh manusia,
tanpa mengurangi kebebasan itu sendiri. Tidak ada yang membatasi kebebasan
seseorang, kecuali kebebasan orang lain. Jika kita bebas berbuat, maka orang
lain juga memiliki hak untuk bebas dari konsekuensi pelaksanaan kebebasan kita.
Dengan demikian, kebebasan manusia harus dikelola agar tidak terjadi kekacauan.
Dan norma untuk mengelola kebebasan itu adalah tanggung jawab sosial. Tanggung
jawab sendiri merupakan implementasi kodrat manusia sebagai makhluk sosial.
Teori tanggung jawab sosial adalah
respons terhadap kebuntuan liberalisme klasik di abad ke-20. Dalam laporan
Hutchins Commision di tahun 1947, teori tanggung jawab sosial menerima banyak
kritik dari sistem media laissez faire. Kritik ini menyatakan adanya
kecenderungan monopoli pada media, bahwa masyarakat atau publik tidak kurang
memperhatikan dan tidak berkepentingan dengan hak-hak atau kepentingan golongan
di luar mereka, dan bahwa komersialisasi menghasilkan budaya rendah dan politik
yang serakah.
Teori tanggung jawab sosial
menyatakan bahwa media harus meningkatkan standar secara mandiri, menyediakan
materi mentah dan pedoman netral bagi warga negara untuk mengatur dirinya
sendiri. Hal ini sangat penting bagi media, karena kemarahan publik akan memaksa
pemerintah untuk menetapkan peraturan untuk mengatur media.
Media juga memahami pergerakan
pemerintah. Ketika itu pemerintahan telah menerapkan kontrol atas muatan
siaran; kemudian, pemerintahan lokal pun melakukan tawar-menawar dengan
perusahaan kabel. Hollywood ditekan dengan sensor, salah satunya melalui sistem
rating.
Pada umumnya, surat kabar dan
majalah utama berorientasi pada khalayak. Berita menjadi semakin mudah
dimengerti; berita-berita bisnis dan gaya hidup bersaing untuk mendapat ruang
dengan berita politik dalam surat-surat kabar dan majalah. Di tahun 1970-an,
surat kabar mulai menyediakan kolom saran pemirsa dan hotline. Surat kabar
tidak hanya mengijinkan diterbitkannya beragam surat ke editor dan opini atau
kolom-kolom komentar pembaca, tapi juga melaksanakan perbaikan harian untuk
memperbaiki kesalahan.
Menurut golongan libertarian,
pemerintah merupakan “musuh utama dari kebebasan” dan pemerintahan yang
paling minimal dalam memerintah adalah pemerintahan yang paling baik. Sementara
itu pandangan neoliberal lebih pada pelanggaran oleh perusahan dan badan- badan
non-pemerintah terhadap kebebasan individu.
Kaum neoliberal tidak menerapkan
kritik atas pemerintah tapi memusatkan diri pada kekuatan yang sekarang ini
dilihatnya diterapkan oleh media massa. Peterson menuliskan kritik terhadap
pers, salah satunya adalah bahwa pers menggunakan kekuatannya yang besar untuk
mencapai tujuannya.
4. Pengertian Tanggung Jawab
Pesan merupakan acuan dari berita atau peristiwa yang disampaikan
melalui media-media. Suatu pesan memiliki dampak yang dapat mempengaruhi
pemikiran khalayak pembaca dan pemirsa, karenanya pesan bisa bersifat bebas
dengan adanya suatu etika yang menjadi tanggung jawab pesan itu sendiri.
Misalnya pesan yang bersifat edukatif.
Dalam sosiologi, komunikasi dijelaskan sebagai sebuah proses
memaknai yang dilakukan oleh seorang terhadap informasi, sikap dan perilaku
orang lain yang berbentuk pengetahuan, pembicaraan, gerak-gerik atau sikap,
perilaku dan perasaan-perasaan, sehingga seseorang membuat reaksi-reaksi
terhadap informasi, sikap dan perilaku tersebut berdasarkan pada pengalaman
yang pernah ia alami.
Era reformasi membuat terciptanya kebebasan untuk mengeluarkan
pendapat sehingga berdampak pada sema kin maraknya media massa. Namun demikian,
tidak diimbangi dengan peraturan yang jelas. Munculnya banyak media massa
sesungguhnya untuk kepentingan masyarakat juga namun hal ini mengakibatkan
berbagai dampak. Pada saat ini khalayak dihadapkan pada beraneka ragam media
dan isi media. Mulai dari pesan yang bersifat informatif, edukatif, dan
entertainment.
5. Isu Moral
Khalayak sangat sensitif terhadap isi pesan yang disampaikan oleh
media. Terutama bila pesan tersebut mengandung unsur yang bertentangan dengan
norma yang ada di masyarakat. Pesan tersebut dapat berupa pornografi dan
pornoaksi, serta hujatan dan gambar atau foto yang dapat meresahkan. Pengawasan
masyarakat dapat berupa opini, kritik, dan saran yang disampaikan kepada media
bahkan dapat juga berupa demonstrasi.
Ada tiga isu pokok antara kebebasan dan tanggung jawab muatan pesan
dalam media, yakni.
a.
Pornografi
Pornografi dari
kata Yunani porne, artinya ‘wanita jalang’ dan graphos, artinya gambar atau
tulisan. Sudah dapat diduga bahwa masyarakat dari berbagai kalangan akan
bereaksi terhadap penerbitan gambar-gambar yang dianggap melampaui ambang rasa
kesenonohan mereka.
Penganut
estetika modernis maupun postmodern, sama-sama menolak pornografi, meski dengan
alasan berbeda. Estetika modernis tegas menganggap pornografi bukan seni dan
merekomendasikan agar pornografi ditiadakan atau dikontrol ketat karena secara
sosial berbahaya.
Estetika
postmodern juga merekomendasikan pornografi dienyahkan, bukan karena
pertimbangan seni atau bukan seni, melainkan karena mengeksploitasi
keperempuanan sebagai komoditas, dan merendahkan martabat perempuan. Jadi,
pornografi tidak dapat dibela dari dalam teori estetika, lama maupun baru.
Pornografi memang bukan masalah estetika, melainkan masalah etika.
Pornografi
memang tidak mungkin dihilangkan, karna pornografi sudah menjadi industri.
Mengutip data New York Times, Alvin Day mengatakan bahwa masyarakat Amerika
Serikat menghabiskan $4 milyar untuk berbelanja video porno. Sedangkan
pendapatan AS dari pornografi di internet tahun 2006 mencapai $2,84 miliar.
Majalah online
Good Magazine, sebagaimana dikutip AG Ekawenats Wenats (dalam
http://ekawenats.blogspot.com), merilis statistik pornografi sebagai berikut:
12% situs dunia memiliki unsur pornografi. Diperkirakan kini ada 372 juta
halaman web site pornografi. 25% yang dicari melalui search engine adalah
pornografi. 35% dari data yang diunduh
dari internet adalah pornografi. Setiap detiknya 28.258 pengguna internet
melihat pornogafi. Setiap detiknya $89,00 dihabiskan untuk pornografi di
internet. Setiap harinya 266 situs porno baru muncul. Kata “sex” adalah kata
yang paling banyak dicari di internet.
Negara-negara
yang melarang pornografi adalah Saudi Arabia, Iran, Bahrain, Mesir, Uni Emirat
Arab, Kuwait, Malaysia, Indonesia, Singapura, Kenya, India, Kuba, dan Cina.
b.
Pesan
yang Mengguncang atau Menimbulkan Shock
1.
Pesan
yang menyerang. Contoh: Pernyataan sejumlah pihak yang mengatakan bahwa pada
tahun 2004 semua pasangan calon presiden menerima kucuran dana dari Departemen
Kelautan dan Perikanan (DKP), termasuk SBY (lihat Waspada Online, 20 Juni
2007). Dalam diskursus ilmu komunikasi, pernyataan tersebut merupakan pesan
yang menyerang kredibilitas SBY, karena pada saat yang sama ia tengah gencar
menggalakkan pemberantasan korupsi.
2.
Pesan
yang membunuh karakter seseorang. Pembunuhan karekter terjadi melalui pesan
baik yang berisi informasi benar atau salah tentang seseorang sedemikian rupa
dan terjadi berulang-ulang, sehingga audiens akan mendapati bahwa yang
bersangkutan memiliki karakter dan sifat yang tidak baik.
3.
Visualisasi
yang mengguncang. Contohnya adalah foto pemenang Pultizer tahun 2004 yang
menggambarkan seekor burung nasar sedang menunggui seorang anak pengungsi di
Sudan yang tengah sekarat kelaparan. Setelah foto dipublikasikan, maka
terjadilah kontroversi seputar foto tersebut yang dikatakan sebagai tidak etis.
Tiga bulan kemudia, karena tak tahan atas kontroversi tersebut akhirnya sang
fotografer, Kevin Carter, ditemukan tewas bunuh diri.
4.
Tayangan
kekerasan dan sadisme. Contohnya adalah acara televisi Smackdown yang
ditayangkan stasiun televisi yang ketika itu bernama Lativi. Acara tersebut
memang meraih rating tinggi, namun kemudian membawa korban yakni banyaknya anak
SD yang tewas karena mempraktekkan gerakan-gerakan Smackdown. Walaupun sudah
berjatuhan korban, namun Lativi tetap enggan untuk menghentikan acara tersebut.
Hingga akhirnya tuntutan untuk mengHentikan acara tersebut makin membesar, baru
lah acara tersebut benar-benar dihentikan.
5.
Pesan tentang mistik dan
takhayul. Salah satu pesan tentang mistik dan tahayul yang kemudian menimbulkan
guncangan sosial adalah isu dukun santet yang beberapa waktu lalu menghembus di
Sukabumi. Seseorang yang diinformasikan sebagai dukun santet, maka pasti akan
berujung pada kematian karena dikeroyok massa. Setelah tokoh agama, tokoh
masyarakat, pejabat dan pihak kepolisian melakukan penyuluhan dan pengusutan
tuntas, barulah stigtamatisasi dukun santet perlahan menghilang.
6. Pesan yang Menghina Sara
Pesan yang menghina SARA misalnya adalah kartun Nabi Muhammad yang
beberapa waktu lalu mengguncang dunia. Tidak hanya di Islam, kontroversi juga
terjadi di kalangan Nasrani yakni dalam film “Davinci Code”, “The Last
Temptation of Christ”, dan ”Ten Commendements”.
Khusus dalam pesan yang menghina SARA, keberatan dan tuntutan hukum
selain ditujukan kepada pihak yang memproduksi pesan, juga dapat diajukan pada
pihak yang mereproduksi pesan. Misalnya adalah apa yang terjadi pada Majalah
”PETA”, yang beberapa waktu lalu menurunkan laporan utama soal kontroversi
kartun Nabi Muhammad. Walaupun dalam laporan tersebut terlihat jelas bahwa PETA
membela umat Islam, namun karena dalam laporan tersebut juga dimuat kartun Nabi
Muhammad, maka atas tuntutan FPI, Pemimpin Redaksi PETA kemudian terjerat
hukum.
7. Pesan yang Menghina Sara
Louis Alvin Day, dalam bukunya “Etics in Media Communication”
(2006) menyarankan agar pertentangan antara implementasi kebebasan dan tanggung
jawab sosial dapat diselesaikan melalui pencarian prinsip yang berfungsi
sebagai batasan implementasi kebebasan. Setidaknya ada empat prinsip yang ia
kemukakan, yakni:
a.
Harm
Principle
Menurut prinsip
ini kebebasan individu layak dibatasi untuk mencegah terjadinya tindakan
menyakiti orang lain.
b.
Paternalism
principle
Menurut prinsip
ini media sangat berpengaruh terhadap masyarakat. Day mengistilahkan, “we are
what we read/view”. Kita menjadi apa yang kita baca/tonton. Karenanya muatan
pesan media harus dikontrol sedemikian rupa sehingga hal-hal cabul atau yang
merugikan masyarakat dapat dicegah.
c.
Moralism
Principle
Menurut prinsip
ini baik tidaknya moral ditentukan oleh masyarakat, bukan oleh individu.
Karenanya kebaikan individu tidak akan berarti bila kemudian masyarakat
mengatakannya sebagai keburukan, begitu juga sebaliknya.
d.
Offense
Principle
Menurut prinsip
ini penyampaian pesan tidak boleh menimbulkan rasa malu, kegelisahan, dan
kebingungan bagi orang lain.
8. Tanggung Jawab Sosial Media
William R. Rivers, Jay W. Jensen, dan Theodore Pe terson dalam buku
yang berjudul Media Massa dan Masyarakat Modern (2003) mengatakan bahwa, paling
tidak terdapat lima jenis tanggung jawab sosial yang dikehendaki oleh
masyarakat modern dari media, yaitu:
a.
Media
harus menyajikan “pemberitaan yang benar, komprehensif, dan cerdas.” Media
dituntut untuk selalu akurat, dan tidak berbohong. Fakta harus disajikan
sebagai fakta, dan pendapat harus dikemukakan murni sebagai pendapat.
b.
Media
harus berperan sebagai forum pertukaran pendapat, komentar dan kritik.
Karenanya, media tak hanya berfungsi sebagai sumber informasi melainkan juga
forum penyelesaian masalah. Setiap masalah yang menjadi urusan publik dan
berhubungan dengan publik disodorkan oleh media, untuk kemudian dibahas bersama
dan dicarikan jalan keluar. Jadi, media benar-benar menjadi milik publik.
Publik pun merasakan manfaat dengan kehadiran media.
c.
Media
harus menyajikan gambaran khas dari setiap kelompok masyarakat. Syarat ini
menuntut media un tuk memahami karakteristik dan juga kondisi semua kelompok di
masyarakat tanpa terjebak pada stereotype. Tujuannya adalah untuk menghindari
terjadinya konflik sosial di masyarakat terkait dengan isi berita yang
disajikan. Karenanya, media dituntut untuk mampu menafsir karakter suatu
masyarakat dan mencoba memahaminya, seperti aspirasi, kelemahan, dan prasangka
mereka. Dengan demikian, kelompok yang lain tahu gambaran tentang kelompok
lain, dan lalu mencoba memahaminya. Pemahaman demikian tentu saja memberi
peluang bagi setiap kelompok masyarakat untuk memahami masing-masing karakter
dan cara memperlakukannya.
d.
Media
harus selalu menyajikan dan menjelaskan tujuan dan nilai-nilai masyarakat. Ini
tidak berarti media harus mendramatisir pemberitaannya, melainkan berusaha
mengaitkan suatu peristiwa dengan hakikat makna keberadaan masyarakat dalam
hal-hal yang harus diraih. Hal ini karena media merupakan instrumen pendidik
masyarakat sehingga media harus “memikul tanggung jawab pendidik dalam
memaparkan segala sesuatu dengan mengaitkannya ke tujuan dasar masyarakat.”
e.
Media
harus membuka akses ke berbagai sumber infor masi. Masyarakat industri modern
membutuhkan jauh lebih banyak ketimbang di masa sebelumnya. Alasan yang
dikemukakan adalah dengan tersebarnya informasi akan memudahkan pemerintah
menjalankan tugasnnya. Lewat informasi, sebenarnya media membantu pemerintah
menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi dalam masyarakat.
C.
KESIMPULAN
Terdapat beberapa hal penting yang dapat diambil sebagai kesimpulan
dari makalah tentang kebebasan dan tanggung jawab muatan pesan. Berikut adalah
beberapa poin utama:
Kebebasan sebagai Hak dan Tanggung Jawab: Kebebasan berbicara atau
kebebasan menyampaikan pesan adalah hak yang harus diakui dan dijunjung tinggi.
Namun, kebebasan tersebut juga memiliki batasan yang terkait dengan tanggung
jawab individu terhadap dampak dari pesan yang disampaikan.
Tanggung Jawab terhadap Isi Pesan: Penyampai pesan memiliki
tanggung jawab terhadap akurasi, kebenaran, dan etika dari pesan yang
disampaikan. Menjaga integritas informasi dan menghindari penyebaran informasi
palsu atau merugikan adalah bagian dari tanggung jawab penyampai pesan.
Dampak Sosial Pesan: Pesan yang disampaikan dapat memiliki dampak
besar pada masyarakat. Oleh karena itu, penyampai pesan perlu memahami dan
mempertimbangkan dampak sosial dari pesan mereka, termasuk potensi konsekuensi
negatif atau kontroversial.
Kebebasan dan Etika Komunikasi: Kebebasan berbicara tidak berarti
kebebasan tanpa tanggung jawab. Etika komunikasi, seperti menghindari
diskriminasi, pelecehan, dan penyebaran berita palsu, harus menjadi bagian
integral dari setiap kebebasan berbicara.
Perlindungan Hukum dan Kebebasan Berbicara: Dalam banyak
masyarakat, ada perlindungan hukum terhadap kebebasan berbicara. Namun,
perlindungan ini tidak bersifat absolut dan dapat terbatas oleh hukum jika
pesan tersebut melibatkan pelanggaran hukum atau membahayakan kepentingan umum.
Pendidikan dan Kesadaran: Pendidikan tentang kebebasan dan tanggung
jawab dalam menyampaikan pesan penting untuk memahamkan masyarakat tentang hak
dan kewajiban dalam berkomunikasi. Kesadaran akan dampak pesan dapat membantu
meminimalkan risiko penyebaran informasi yang merugikan.
DAFTAR PUSTAKA
Mufid, Muhammad, 2018. Etika dan
Filsafat Komunikasi. Depok: Prenadamedia Grup